10 -13 SEPTEMBER 2025

Jakarta International Expo, Jakarta - Indonesia

Degradasi hutan dan tantangan pengelolaan air bersih perkotaan

Awal Maret 2025, beberapa wilayah di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) terendam banjir.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, sebagian besar pemicu banjir adalah alih fungsi lahan di sepanjang kawasan hingga ke hulu. Hutan yang dulu berperan sebagai penyangga air, kini tergerus digantikan oleh permukiman yang masif. Hal tersebut mempercepat limpasan air permukaan dan memperbesar risiko banjir di hilir tatkala intensitas hujan meningkat.

Tahun ini, Hari Hutan Sedunia yang diperingati setiap 21 Maret, mengusung tema “Hutan dan Pangan”, membawa pesan terkait peran hutan dalam mendukung ketahanan pangan.

Namun, di tengah perdebatan terkait upaya meningkatkan produksi pangan, aspek yang sering terpinggirkan adalah bagaimana hilangnya hutan juga mengancam keberlanjutan pasokan air bersih.

Kota-kota besar semakin rentan terhadap krisis air karena sistem alam yang menopang kehidupan mulai kehilangan keseimbangannya. Tatkala musim hujan tiba, perkotaan kerap terendam banjir akibat limpasan air yang tidak tertampung, sedangkan di musim kemarau mengalami krisis air bersih karena sumber daya air yang terus menyusut.

Ian R. Calder dalam risetnya Forests and Water—Ensuring Forest Benefits Outweigh Water Costs menekankan bahwa program terkait hutan umumnya fokus pada manfaat lingkungan, seperti konservasi keanekaragaman hayati dan penyerapan karbon. Sementara itu, dampaknya terhadap sumber daya air belum mendapat cukup atensi.

Ketika hutan dibabat untuk keuntungan ekonomi jangka pendek yang tidak seberapa, biaya ekologis yang harus dibayar masyarakat di kemudian hari akan sangat besar. Tanpa perencanaan yang matang, konversi lahan akan mengganggu keseimbangan hidrologi, meningkatkan erosi, mengurangi kapasitas infiltrasi tanah, dan memperparah kelangkaan air, terutama di kawasan perkotaan yang bergantung pada sumber air dari daerah hulu.

Fenomena tersebut sangat relevan dengan kondisi kota-kota kita saat ini, khususnya Jakarta. Sebagai kota dengan pertumbuhan penduduk yang pesat, Jakarta menghadapi masalah besar dalam penyediaan air bersih.

Jakarta adalah kota terpadat di Indonesia. Di setiap Lebaran, Jakarta kedatangan pendatang baru dari berbagai wilayah. Pasca-lebaran 2024, misalnya, 1.038 orang pendatang baru tiba di Jakarta.

Margaret M. Carreiro dalam Introduction: The Growth of Cities and Urban Forestry mencatat bahwa dalam satu abad terakhir, populasi global telah beralih dari mayoritas penduduk yang tinggal di perdesaan menjadi lebih dari separuhnya bermukim di perkotaan. Tren ini terus berlanjut, terutama di negara berkembang.

Indonesia juga akan menyaksikan peningkatan urbanisasi yang sangat besar dalam beberapa dekade ke depan. Dengan bertambahnya jumlah penduduk, permintaan air juga meningkat, sementara ketersediaannya semakin terancam akibat degradasi lingkungan.

read more…

Source: antaranews.com