ANCAMAN krisis air, energi, dan pangan sebagai tiga kebutuhan fundamental manusia terus menghantui dunia. Di era perubahan iklim, krisis air menjadi tantangan Global seiring dengan intensifikasi pertanian untuk pangan yang membutuhkan air dalam proses produksi.
Sebagai gambaran global adalah 80 persen air digunakan untuk pertanian dalam memproduksi pangan (Millenium Ecosystem Assesment) dan 30 persen konsumsi energi global diperuntukan untuk sektor produksi pangan (FAO).
Air adalah komponen penting untuk menghasilkan pangan dan energi. Air penting untuk irigasi pertanian dalam memproduksi pangan dan menghasilkan energi dengan Pambangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Di Indonesia air dari kawasan hutan pegunungan di sektor hulu digunakan untuk irigasi pertanian dalam memproduksi pangan dan menghasilkan energi sebagai PLTA. Di negara maju, energi listrik diperlukan untuk irigasi pertanian dan untuk memproduksi pangan. Bahkan di Afrika keterbatasan air di era perubahan iklim telah menghambat produksi pangan sehingga menyebabkan krisis pangan.
Tiga kebutuhan mendasar manusia (air, energi dan pangan) saling berhubungan (sinergi dan timbal balik) dalam pembangunan berkelanjutan (sosial, ekonomi dan lingkungan). Kompetisi untuk memproduksi ketiga kebutuhan fundamental manusia ini, jika tidak dikelola secara kolaboratif memungkinkan persaingan satu sektor dengan sektor lainnya. Sejauh ini, sektor-sektor yang bertanggung jawab untuk meningkatkan produksi pangan, energi dan air masih minim sinergitas. Oleh karena itu diperlukan teknologi yang mampu mengkolaboratifkan dalam suatu tindakan bersama untuk menghasilkan air, pangan dan energi tanpa persaingan satu dengan lainnya.
Teknologi agroforestry sebagai praktik pertanian multifungsi prospektif mensinergikan antar sektor dalam bingkai keterhubungan pangan, energi dan air di era perubahan iklim. Berdasarkan FAO 2020 dalam Global Forest Resources assesment, laju deforestasi di Indonesia mencapai 0,78 Juta hektar/tahun sepanjang 2010-2020 dan berdasarkan BPS 2021, luas lahan sawah nasional yang dikonversi menjadi peruntukan lainnya sebesar 60.000-80.000 hektar ha/tahun.
Read more…
Source: Kompas.com